Orlando, 2011. We are "Laskar Nusantara" (picture by: Afshan Javid,our friend from India)

Friday, March 1, 2013

Curhatan Anak HI: Episode "Tembok Imajiner"

Gue nyadar kalau kita sebagai mahasiswa udah saatnya adaptasi dengan pola dan cara belajar. Cara belajar yang didominasi oleh metode hafalan. Hafalan dan hafalan. Udah saatnya di dunia perkuliahan dan perkampusan kita beradaptasi. udah bukan jamannya lagi yang namanya hafalan catatan saat mau kuis. Benar bukan? This is not high school anymore. Karena cara yang seperti itu memang mungkin ngga akan menghalangi lo buat dapet IP bagus. Cuman menurut gue itu udah ngga "kompatibel" dengan dunia perkuliahan. Ibarat teknologi penyimpanan data nih, udah saatnya kita "move on" dari disket ke flashdrive. Sama halnya dengan cara belajar kita. Intinya menyesuaikan supaya kompatibel sehingga pencapaian kita dalam berporses bisa maksimal. Ya nggak sih?

Kuliah itu, khususnya di jurusan Hubungan Internasional nih, baca buku itu fundamental karena ketika di kelas, dalam proses perkuliahan, mahasiswa dituntut untuk kritis. Karena dengan begitu setidaknya mereka telah melalui proses berpikir aktif dan "engage" dengan materi perkuliahan itu. Namun, ada namunnya nih, hehe. Namun kritis itu nggak hanya asal ceplas ceplos aja kalo orang Jawa bilang. Kritis itu bukan mereka yang selalu "always be the one" ngejawab dan nanya ini itu ke dosen. Menurut gue, kritis adalah mereka yang selalu membaca dan memperluas pengetahuannya lalu bertanya dan menjawab di kelas dengan pemikiran yang tersampaikan secara terstruktur dan berkualitas. Sekali lagi itu terjadi karena dia membaca. membaca dan membaca. Iqra :)

So basically, jangan dibiasakan melakukan hal-hal kritis tapi dangkal substansinya. Dan sejauh pengamatan gue, itu terjadi karena cara belajar mereka yang ngga kompatibel. Yang hanya peduli bagaimana dapet IP tinggi buat dirinya. Buat gue pribadi, cara yang seperti itu yang gue hindari. Itu bahkan bisa buat guer hanya peduli gimana IP gue bagus dan mentok sampe di situ. IP bagus itu penting. Penting banget dan ga perlu munafik lah. Tapi, gue ngga mau jadi seperti mereka yang pragmatis dengan IP (dengan cara belajar yang ngga kompatibel ya) tapi jadi apatis dengan hal-hal lain.

Apakah hal-hal lain yang dimaksud itu?

Hal-hal lain yang gue maksud di sini adalah "something" di luar ke-pragmatis-an itu di mana gue pada akhirnya menemukan banyak hal di dunia kampus yang sangat potensial bisa membantu gue berkembang sebagai mahasiswa. Kalo kata motivator sih mereka sebut dengan "soft skill". Soft skill itu bisa seperti giman kita membawa diri kita. Gimana kita mengaktualisasikan di dunia nyata bagaimana diri kita berhadapan dengan lingkungan. Seperti gimana kita dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan masyarakat civitas academica. Nah dari sini gue mau berbagi sama kalian dengan ngejelasin ke kalian kenapa mahasiswa yang seperti gue sebut di awal itu nggak kompatibel meskipun tetep lo bisa ngedapetin IP bagus dengan cara seperti itu. Suatu cara dan pola belajar di man mereka sangat gencar menghafal catatan atau apalah sehingga menutup "mata" mereka dengan lingkungan luar. Itu poin pertama. Kedua, menurut pengamatan gue sejauh ini, akan timbul kecenderungan di mana mereka merasa sedang berada di sebuah kompetisi di mana ketika IP mereka berada di atas dalam artian lebih bagus dari orang yang masuk dalam kompetisi mereka sendiri akan timbul perasaan puas dan merasa telah mengalahkan orang itu. Dan kecenderungan lebih lanjutnya lagi, akan timbul sikap takabur (habis dengerin khutbah jumat jadi pake terminologi takabur.hehe) ketika mereka secara jelas menertawakan orang yang IP nya di bawah dia. Ditambah dengan ekspresi yang sumringah kalau orang jawa bilang. Dan hal kaya gini yang gue saranin buat lo hindari di dunia perkuliahan men.

Lalu apa hubungannya dengan soft skill yang gue bilang tadi?

Kalo dengan arti soft skill yang gue bilang tadi, ketika orang-orang yang memakai cara yang tidak kompatibel itu, mereka bakal kesulitan untuk "mingle" (berbaur) dengan yang lain karena cara belajar mereka itu menuntut mereka untuk ngedapetin IP bagus dan semacem mengabaikan "hal-hal lain" itu tadi. Yang mereka peduli adalah sebuah "kompetisi IP" yang mereka buat dalam alam bawah sadar mereka. Mereka susah berbaur dan nyambung begitu juga dengan orang lain yang susah berbaur karena sikap mereka sendiri yang seakan-akan membangun "tembok imajiner". Dan faktanya memang begitu. Contoh real-nya ya misalnya, susah cari cari temen kalau dosen ngasih tugas berkelompok. Lalu susah bagaimana bekerjasama sehingga kooperatif dengan teman satu kelompoknya. Kalau udah gitu, susah kan dapet IP bagus? salah siapa coba?hehe. Yang mereka lakukan adalah dengan bergabung dengan teman kelompok yang mudah "mingle" deh ujung-ujungnya. Jadi bergantung kan? tapi tetep aja ajeg dengan kepragmatisan dan kompetisi IP mereka.

Jadi kalian sendiri yang memilih gimana cara yang pas dan kompatibel sama lo buat menghadapi dunia perkuliahan ini. Gue cuma ngejelasin apa yang gue liat melalui pengamatan gue bro. Kalo saran gue nih bro, kejar IP tapi dengan cara yang kompatibel bro. Tetep berbaur dan gaul. cara lo berbaur itu penting. Toh kita ini makhluk sosial kan? Lalu gue ingetin (sekalian ngingetin gue juga nih bro) buar sering-sering baca. Jadikan membaca itu sebuah kebiasaan (habit) karena dengan begitu ketika lo kritis, kekritisan itu substantif dan ngga dangkal bro. Soft skill itu penting kan? hehe have fun you guys dan tetep disukuri ya bisa kuliah. Ini demokrasi jadi suka suka kalian kalau mau mencela tulisan gue ini :) terima kasih :)
(maap kebanyakan emot gue emang alay sih :p)

2 comments:

  1. setuju bro, cewek2 juga banyak yg punya tembok imajiner seperti yang lo paparkan diatas. :'

    -47

    ReplyDelete
  2. ini keknya bau - bau BUBW hahahahaha
    cool post Mas Radiv!

    ReplyDelete

Friday, March 1, 2013

Curhatan Anak HI: Episode "Tembok Imajiner"

Gue nyadar kalau kita sebagai mahasiswa udah saatnya adaptasi dengan pola dan cara belajar. Cara belajar yang didominasi oleh metode hafalan. Hafalan dan hafalan. Udah saatnya di dunia perkuliahan dan perkampusan kita beradaptasi. udah bukan jamannya lagi yang namanya hafalan catatan saat mau kuis. Benar bukan? This is not high school anymore. Karena cara yang seperti itu memang mungkin ngga akan menghalangi lo buat dapet IP bagus. Cuman menurut gue itu udah ngga "kompatibel" dengan dunia perkuliahan. Ibarat teknologi penyimpanan data nih, udah saatnya kita "move on" dari disket ke flashdrive. Sama halnya dengan cara belajar kita. Intinya menyesuaikan supaya kompatibel sehingga pencapaian kita dalam berporses bisa maksimal. Ya nggak sih?

Kuliah itu, khususnya di jurusan Hubungan Internasional nih, baca buku itu fundamental karena ketika di kelas, dalam proses perkuliahan, mahasiswa dituntut untuk kritis. Karena dengan begitu setidaknya mereka telah melalui proses berpikir aktif dan "engage" dengan materi perkuliahan itu. Namun, ada namunnya nih, hehe. Namun kritis itu nggak hanya asal ceplas ceplos aja kalo orang Jawa bilang. Kritis itu bukan mereka yang selalu "always be the one" ngejawab dan nanya ini itu ke dosen. Menurut gue, kritis adalah mereka yang selalu membaca dan memperluas pengetahuannya lalu bertanya dan menjawab di kelas dengan pemikiran yang tersampaikan secara terstruktur dan berkualitas. Sekali lagi itu terjadi karena dia membaca. membaca dan membaca. Iqra :)

So basically, jangan dibiasakan melakukan hal-hal kritis tapi dangkal substansinya. Dan sejauh pengamatan gue, itu terjadi karena cara belajar mereka yang ngga kompatibel. Yang hanya peduli bagaimana dapet IP tinggi buat dirinya. Buat gue pribadi, cara yang seperti itu yang gue hindari. Itu bahkan bisa buat guer hanya peduli gimana IP gue bagus dan mentok sampe di situ. IP bagus itu penting. Penting banget dan ga perlu munafik lah. Tapi, gue ngga mau jadi seperti mereka yang pragmatis dengan IP (dengan cara belajar yang ngga kompatibel ya) tapi jadi apatis dengan hal-hal lain.

Apakah hal-hal lain yang dimaksud itu?

Hal-hal lain yang gue maksud di sini adalah "something" di luar ke-pragmatis-an itu di mana gue pada akhirnya menemukan banyak hal di dunia kampus yang sangat potensial bisa membantu gue berkembang sebagai mahasiswa. Kalo kata motivator sih mereka sebut dengan "soft skill". Soft skill itu bisa seperti giman kita membawa diri kita. Gimana kita mengaktualisasikan di dunia nyata bagaimana diri kita berhadapan dengan lingkungan. Seperti gimana kita dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan masyarakat civitas academica. Nah dari sini gue mau berbagi sama kalian dengan ngejelasin ke kalian kenapa mahasiswa yang seperti gue sebut di awal itu nggak kompatibel meskipun tetep lo bisa ngedapetin IP bagus dengan cara seperti itu. Suatu cara dan pola belajar di man mereka sangat gencar menghafal catatan atau apalah sehingga menutup "mata" mereka dengan lingkungan luar. Itu poin pertama. Kedua, menurut pengamatan gue sejauh ini, akan timbul kecenderungan di mana mereka merasa sedang berada di sebuah kompetisi di mana ketika IP mereka berada di atas dalam artian lebih bagus dari orang yang masuk dalam kompetisi mereka sendiri akan timbul perasaan puas dan merasa telah mengalahkan orang itu. Dan kecenderungan lebih lanjutnya lagi, akan timbul sikap takabur (habis dengerin khutbah jumat jadi pake terminologi takabur.hehe) ketika mereka secara jelas menertawakan orang yang IP nya di bawah dia. Ditambah dengan ekspresi yang sumringah kalau orang jawa bilang. Dan hal kaya gini yang gue saranin buat lo hindari di dunia perkuliahan men.

Lalu apa hubungannya dengan soft skill yang gue bilang tadi?

Kalo dengan arti soft skill yang gue bilang tadi, ketika orang-orang yang memakai cara yang tidak kompatibel itu, mereka bakal kesulitan untuk "mingle" (berbaur) dengan yang lain karena cara belajar mereka itu menuntut mereka untuk ngedapetin IP bagus dan semacem mengabaikan "hal-hal lain" itu tadi. Yang mereka peduli adalah sebuah "kompetisi IP" yang mereka buat dalam alam bawah sadar mereka. Mereka susah berbaur dan nyambung begitu juga dengan orang lain yang susah berbaur karena sikap mereka sendiri yang seakan-akan membangun "tembok imajiner". Dan faktanya memang begitu. Contoh real-nya ya misalnya, susah cari cari temen kalau dosen ngasih tugas berkelompok. Lalu susah bagaimana bekerjasama sehingga kooperatif dengan teman satu kelompoknya. Kalau udah gitu, susah kan dapet IP bagus? salah siapa coba?hehe. Yang mereka lakukan adalah dengan bergabung dengan teman kelompok yang mudah "mingle" deh ujung-ujungnya. Jadi bergantung kan? tapi tetep aja ajeg dengan kepragmatisan dan kompetisi IP mereka.

Jadi kalian sendiri yang memilih gimana cara yang pas dan kompatibel sama lo buat menghadapi dunia perkuliahan ini. Gue cuma ngejelasin apa yang gue liat melalui pengamatan gue bro. Kalo saran gue nih bro, kejar IP tapi dengan cara yang kompatibel bro. Tetep berbaur dan gaul. cara lo berbaur itu penting. Toh kita ini makhluk sosial kan? Lalu gue ingetin (sekalian ngingetin gue juga nih bro) buar sering-sering baca. Jadikan membaca itu sebuah kebiasaan (habit) karena dengan begitu ketika lo kritis, kekritisan itu substantif dan ngga dangkal bro. Soft skill itu penting kan? hehe have fun you guys dan tetep disukuri ya bisa kuliah. Ini demokrasi jadi suka suka kalian kalau mau mencela tulisan gue ini :) terima kasih :)
(maap kebanyakan emot gue emang alay sih :p)

2 comments:

  1. setuju bro, cewek2 juga banyak yg punya tembok imajiner seperti yang lo paparkan diatas. :'

    -47

    ReplyDelete
  2. ini keknya bau - bau BUBW hahahahaha
    cool post Mas Radiv!

    ReplyDelete