Orlando, 2011. We are "Laskar Nusantara" (picture by: Afshan Javid,our friend from India)

Sunday, January 6, 2013

Pemikiran Radiv


Peradaban, Tauhid dan Fenomena Antipluralisme
By Radiv Annaba

            Dunia begitu dinamis karena manusia berpikir dan bertindak. Segala pemikiran yang dilakukan manusia, pemikiran itu berkembang dari waktu ke waktu karena manusia juga berkembang dan lingkungan lambat laun membuat manusia belajar. Pemikiran-pemikiran juga berbuah ide-ide atau gagasan-gagasan besar yang jika diaplikasikan akan menghasilkan faedah yang besar pula. Penemu-penemu di masa lalu telah membuktikan jika pemikiran atau ide-ide dan penemuan jika diaplikasikan akan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri. Jadi di sinilah kita bisa mulai berpikir untuk mendefinisikan apa makna peradaban itu sendiri. Dari segi manusia, peradabaan adalah di mana pemikiran-pemikiran manusia berkembang dan menciptakan perubahan baru di suatu era dan ke era selanjutnya.
 Mulai dari zaman ketika manusia menggunakan batu tajam untuk berburu kemudian masuk ke era di mana manusia mulai berbudaya bercocok tanam untuk hidup hingga segala kecanggihan teknologi jaman sekarang di mana manusia bisa mendapatkan pemasukan hanya dengan duduk di depan layar komputer. Dan dari segi non-manusia, atau lingkungan, terjadi perubahan-perubahan signifikan di lingkungan karena buah dari pemikiran dan ide-ide manusia yang merubah segalanya sehingga berdampak ke lingkungan. Pemanasan global, perubahan iklim, kenaikan permukaan air laut menjadi fenomena lingkungan yang merupakan buah dari apa yang telah diperbuat manusia karena perkembangannya itu.  Inilah peradaban.
            Dunia Islam juga tak kalah berperan dalam peradabaan di dunia ini. Tokoh-tokoh Islam seperti Ibnu Sina dan lainnya itu cukup membuktikan bahwa orang Islam mampu berpikir inovatif untuk merubah keadaan di lingkungan sekitarnya menuju hidup yang lebih baik. Tentunya supaya bermanfaat untuk sesama manusia karena telah diajarkan bahwa sebaik-baiknya manusia ialah manusia yang bermanfaat bagi sesamanya. Kita telah diajarkan untuk bermanfaat bagi sesama. Hal ini mengingatkan kita akan salah satu konsep dalam intisari peradaban Islam yang menyebutkan tentang tauhid sebagai pandangan dunia. Pada dasarnya dan secara harfiah tauhid adalah tentang keesaan, namun dalam konsep ini tauhid menjadi lebih dalam dan luas lagi pemahamannya. Dalam konsep ini dijelaskan bahwa tauhid adalah pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu yang mencakup beberapa prinsip seperti dualitas, ideasionalitas, teleologi dan lain lain.
            Dalam konsep peradabaan menurut pemikiran yang saya jelaskan di awal, dapat kita simpulkan bahwa realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu menjadi unsur-unsur atau sarana yang memicu perkembangan pemikiran manusia untuk membentuk suatu peradabaan dari pemikiran-pemikiran yang telah termanifestasi. Manusia adalah kekuatan pemahaman karena memiliki berbagai fungsi dalam organ-organnya sebagai pemicu imajinasi, memori, intuisi, observasi dan lain lainnya. Karena fungsi-fungsi dan kekuatan dalam manusia inilah manusia dianugerahi untuk memahami kehendak Tuhan, dalam hal ini bisa dikatakan ketika kehendak Tuhan diungkapkan dalam firman maka akan ada pemahaman dari manusia dan melaksanakan anjuran dari kehendak Tuhan dalam firman itu.
            Dalam peradabaan, manusia tidak hanya berhasil mengubah dirinya sendiri karena perkembangan progresif pemikiran dan ide-ide teraplikasinya, tapi manusia juga dalam peradaban harus mampu mengubah tak hanya dirinya, tapi juga masyarakat, alam, atau lingkungannya. Tapi dalam hal ini, dalam hal mengubah ini tentunya haruslah ada batasan-batasan seperti yang telah dijelaskan bahwa tindakan manusia tidak akan mendekati atau menyerupai tindakan atau kehendak Tuhan.
            Batasan-batasan inilah yang membuat kita mungkin berpikir apa sebenarnya yang mampu membentuk peradaban Islam. Kesatuan. Tidak akan tercipta peradaban tanpa adanya kesatuan. Jika unsur-unsur peradabaan yang telah saya sebutkan tadi tidak bersinergi secara selaras maka bukan peradaban yang akan timbul melainkan kerancuan atau kecampuradukan ide-ide dan gagasan-gagasan yang nantinya akan menimbulkan friksi dan konflik. Dalam kehidupan, umat Islam melaksanakan apa yang telah diajarkan dalam agamanya. Dalam hal ini terkadang membuat manusia berpikir terlalu ketat dan susah untuk menerima unsur-unsur perbedaan yang menurut mereka tidak sesuai dan membuat mereka dalam posisi kontra karena menilai unsur-unsur ini kontradiktif.
            Secara logika, tidak ada peradabaan yang tidak mengambil dari unsur luar. Namun, yang terjadi akhir-akhir ini adalah kebanyakan menyalahartikan istilah “mengambil dari unsur luar” terlalu berbau negatif. Manusia dalam peradaban akan bertahan dan terus melakukan kemajuan jika mampu menyaring unsur-unsur luar yang masuk. Fenomena yang terjadi seperti revolusi di negara-negara timur tengah itu salah satu bentuk pemikiran manusia di sana untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan tidak lagi terkekang di bawah rezim diktatorian. Ini juga salah satu bentuk efek peradabaan yang memicu manusia untuk berpikir dan berkembang dan merespon segala hal yang terjadi di lingkungannya. Berani merubah ketika lingkungan tak lagi sesuai bagi mereka.
            Inilah suatu bentuk rasionalisme ketika ada suatu pemikiran yang bertentangan maka secara otomatis manusia akan bertindak bahkan akan bertindak represif. Saya ambil contoh fenomena antipluralisme di mana masih banyak terjadi tindak nontoleransi terhadap hal-hal yang dari suatu sisi dianggap berbeda dan tidak mau menerima itu. Contoh nyata adalah konflik yang terjadi di Myanmar seperti etnis Rohingya atau yang terjadi di Poso dan Madura di mana teradapat konflik antar agama dan konflik sektarian. Ini salah satu contoh tindakan antipluralisme karena sulit menerima unsur berbeda dari kelompok manusia lain. Masih banyaknya perseteruan dan saling ejek antar agama di masyarakat Indonesia telah menunjukkan pluralisme bangsa yang masih memperihatinkan meskipun negeri ini menjunjung tinggi kebhinnekaan. Inilah antitesis dari peradabaan di mana kurangnya persatuan terjadi dan kurangnya pemahaman antar manusia yang diciptakan berbeda oleh Tuhan.
            Dari artikel ini, saya berharap dengan mengaitkan konsep peradaban, tauhid dan fenomena antipluralisme yang terjadi di Indonesia khususnya, bisa membawa kehidupan yang lebih damai lagi. Diharapkan tidak akan ada lagi konflik represif antar agama atau sekte. Kita perlu mentolerir perbedaan karena disitulah lahir sifat pluralisme. Kita perlu melakukan pembenahan dalam hal pemahaman masyarakat Indonesia tentang perbedaan. Mengembalikan lagi semangat Bhinneka Tunggal Ika. Integritas perlu diciptakan untuk menyongsong peradaban di dunia ini dengan dasar-dasar ilmu tauhid yang tidak terlupakan namun tidak disalahartikan. Karena tidak akan timbul peradaban tanpa kesatuan dan filterisasi unsur luar dan sikap plural dan toleransi antar masyarakat  di Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Sunday, January 6, 2013

Pemikiran Radiv


Peradaban, Tauhid dan Fenomena Antipluralisme
By Radiv Annaba

            Dunia begitu dinamis karena manusia berpikir dan bertindak. Segala pemikiran yang dilakukan manusia, pemikiran itu berkembang dari waktu ke waktu karena manusia juga berkembang dan lingkungan lambat laun membuat manusia belajar. Pemikiran-pemikiran juga berbuah ide-ide atau gagasan-gagasan besar yang jika diaplikasikan akan menghasilkan faedah yang besar pula. Penemu-penemu di masa lalu telah membuktikan jika pemikiran atau ide-ide dan penemuan jika diaplikasikan akan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri. Jadi di sinilah kita bisa mulai berpikir untuk mendefinisikan apa makna peradaban itu sendiri. Dari segi manusia, peradabaan adalah di mana pemikiran-pemikiran manusia berkembang dan menciptakan perubahan baru di suatu era dan ke era selanjutnya.
 Mulai dari zaman ketika manusia menggunakan batu tajam untuk berburu kemudian masuk ke era di mana manusia mulai berbudaya bercocok tanam untuk hidup hingga segala kecanggihan teknologi jaman sekarang di mana manusia bisa mendapatkan pemasukan hanya dengan duduk di depan layar komputer. Dan dari segi non-manusia, atau lingkungan, terjadi perubahan-perubahan signifikan di lingkungan karena buah dari pemikiran dan ide-ide manusia yang merubah segalanya sehingga berdampak ke lingkungan. Pemanasan global, perubahan iklim, kenaikan permukaan air laut menjadi fenomena lingkungan yang merupakan buah dari apa yang telah diperbuat manusia karena perkembangannya itu.  Inilah peradaban.
            Dunia Islam juga tak kalah berperan dalam peradabaan di dunia ini. Tokoh-tokoh Islam seperti Ibnu Sina dan lainnya itu cukup membuktikan bahwa orang Islam mampu berpikir inovatif untuk merubah keadaan di lingkungan sekitarnya menuju hidup yang lebih baik. Tentunya supaya bermanfaat untuk sesama manusia karena telah diajarkan bahwa sebaik-baiknya manusia ialah manusia yang bermanfaat bagi sesamanya. Kita telah diajarkan untuk bermanfaat bagi sesama. Hal ini mengingatkan kita akan salah satu konsep dalam intisari peradaban Islam yang menyebutkan tentang tauhid sebagai pandangan dunia. Pada dasarnya dan secara harfiah tauhid adalah tentang keesaan, namun dalam konsep ini tauhid menjadi lebih dalam dan luas lagi pemahamannya. Dalam konsep ini dijelaskan bahwa tauhid adalah pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu yang mencakup beberapa prinsip seperti dualitas, ideasionalitas, teleologi dan lain lain.
            Dalam konsep peradabaan menurut pemikiran yang saya jelaskan di awal, dapat kita simpulkan bahwa realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu menjadi unsur-unsur atau sarana yang memicu perkembangan pemikiran manusia untuk membentuk suatu peradabaan dari pemikiran-pemikiran yang telah termanifestasi. Manusia adalah kekuatan pemahaman karena memiliki berbagai fungsi dalam organ-organnya sebagai pemicu imajinasi, memori, intuisi, observasi dan lain lainnya. Karena fungsi-fungsi dan kekuatan dalam manusia inilah manusia dianugerahi untuk memahami kehendak Tuhan, dalam hal ini bisa dikatakan ketika kehendak Tuhan diungkapkan dalam firman maka akan ada pemahaman dari manusia dan melaksanakan anjuran dari kehendak Tuhan dalam firman itu.
            Dalam peradabaan, manusia tidak hanya berhasil mengubah dirinya sendiri karena perkembangan progresif pemikiran dan ide-ide teraplikasinya, tapi manusia juga dalam peradaban harus mampu mengubah tak hanya dirinya, tapi juga masyarakat, alam, atau lingkungannya. Tapi dalam hal ini, dalam hal mengubah ini tentunya haruslah ada batasan-batasan seperti yang telah dijelaskan bahwa tindakan manusia tidak akan mendekati atau menyerupai tindakan atau kehendak Tuhan.
            Batasan-batasan inilah yang membuat kita mungkin berpikir apa sebenarnya yang mampu membentuk peradaban Islam. Kesatuan. Tidak akan tercipta peradaban tanpa adanya kesatuan. Jika unsur-unsur peradabaan yang telah saya sebutkan tadi tidak bersinergi secara selaras maka bukan peradaban yang akan timbul melainkan kerancuan atau kecampuradukan ide-ide dan gagasan-gagasan yang nantinya akan menimbulkan friksi dan konflik. Dalam kehidupan, umat Islam melaksanakan apa yang telah diajarkan dalam agamanya. Dalam hal ini terkadang membuat manusia berpikir terlalu ketat dan susah untuk menerima unsur-unsur perbedaan yang menurut mereka tidak sesuai dan membuat mereka dalam posisi kontra karena menilai unsur-unsur ini kontradiktif.
            Secara logika, tidak ada peradabaan yang tidak mengambil dari unsur luar. Namun, yang terjadi akhir-akhir ini adalah kebanyakan menyalahartikan istilah “mengambil dari unsur luar” terlalu berbau negatif. Manusia dalam peradaban akan bertahan dan terus melakukan kemajuan jika mampu menyaring unsur-unsur luar yang masuk. Fenomena yang terjadi seperti revolusi di negara-negara timur tengah itu salah satu bentuk pemikiran manusia di sana untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan tidak lagi terkekang di bawah rezim diktatorian. Ini juga salah satu bentuk efek peradabaan yang memicu manusia untuk berpikir dan berkembang dan merespon segala hal yang terjadi di lingkungannya. Berani merubah ketika lingkungan tak lagi sesuai bagi mereka.
            Inilah suatu bentuk rasionalisme ketika ada suatu pemikiran yang bertentangan maka secara otomatis manusia akan bertindak bahkan akan bertindak represif. Saya ambil contoh fenomena antipluralisme di mana masih banyak terjadi tindak nontoleransi terhadap hal-hal yang dari suatu sisi dianggap berbeda dan tidak mau menerima itu. Contoh nyata adalah konflik yang terjadi di Myanmar seperti etnis Rohingya atau yang terjadi di Poso dan Madura di mana teradapat konflik antar agama dan konflik sektarian. Ini salah satu contoh tindakan antipluralisme karena sulit menerima unsur berbeda dari kelompok manusia lain. Masih banyaknya perseteruan dan saling ejek antar agama di masyarakat Indonesia telah menunjukkan pluralisme bangsa yang masih memperihatinkan meskipun negeri ini menjunjung tinggi kebhinnekaan. Inilah antitesis dari peradabaan di mana kurangnya persatuan terjadi dan kurangnya pemahaman antar manusia yang diciptakan berbeda oleh Tuhan.
            Dari artikel ini, saya berharap dengan mengaitkan konsep peradaban, tauhid dan fenomena antipluralisme yang terjadi di Indonesia khususnya, bisa membawa kehidupan yang lebih damai lagi. Diharapkan tidak akan ada lagi konflik represif antar agama atau sekte. Kita perlu mentolerir perbedaan karena disitulah lahir sifat pluralisme. Kita perlu melakukan pembenahan dalam hal pemahaman masyarakat Indonesia tentang perbedaan. Mengembalikan lagi semangat Bhinneka Tunggal Ika. Integritas perlu diciptakan untuk menyongsong peradaban di dunia ini dengan dasar-dasar ilmu tauhid yang tidak terlupakan namun tidak disalahartikan. Karena tidak akan timbul peradaban tanpa kesatuan dan filterisasi unsur luar dan sikap plural dan toleransi antar masyarakat  di Indonesia.

No comments:

Post a Comment