Orlando, 2011. We are "Laskar Nusantara" (picture by: Afshan Javid,our friend from India)

Saturday, August 18, 2012

Bangsa Kereta Ekonomi

Mungkin ini hal menyeramkan untuk diceritakan. Ya, aku pernah berjam jam berdiri di atas besi besi penghubung gerbong kereta yang satu dengan yang lainnya dengan berjubel orang lalu lalang, pedagang asongan yang tak kenal lelah menjajakan barang dagangannya tak henti henti melintas di depan pandanganku yang jantungnya berdegup aneh ketakutan karena sedang berada di atas besi besi penghubung gerbong ini. Aku tidak pernah membayangkan berada di atas gerbong seperti yang dilakukan beberapa penumpang gelap yang terpaksa melakukan itu karena finansial mereka. Tak mungkin kondektur menagih tiket di atas gerbong kan, begitu pikir mereka pikirku.

Pengalaman tak mendapat kursi ala kadarnya di kereta ekonomi bukan hanya cerita kecil tersimpan di benak belaka. Tapi dari situ aku tahu kondisi bangsa ini, bangsa kereta ekonomi, rakyat kita. Aku mengamati orang orang di kereta ekonomi adalah kebanyakan rakyat kita. Kereta ekonomi ini adalah miniatur Indonesia mini. Orang orang ini memiliki berbagai kepentingan mikroekonomi di atas gerbong gerbong kereta ekonomi. Harga tiket sudah cukup untuk merepresentasikan kondisi finansial mereka yang berkelas ekonomi. Anak anak kecil menjerit, menangis karena suasana tak bersahabat bagi mereka di dalam kereta ekonomi. Tapi apa daya ibu ibu mereka hanya bisa menenangkan mereka dan ayah ayah mereka menopang kepala di atas tangan kanannya menandakan berpikir, "Kapan ini akan berakhir? Kereta ekonomi ini?"

Kereta ekonomi juga sama dengan miniatur kegiatan ekonomi rakyat kelas bawah kita. Pedagang asongan yang aku hormati semangat mereka dalam bekerja. Tak kenal lelah menyeimbangkan irama badan mereka dalam menjajakan barang dagangan dengan goncangan kereta serta padatnya gerbong gerbong dengan orang berbagai kepentingan.Aku senang melihat mereka bekerja. Jauh lebih senang melihat mereka bekerja kerja keras daripada memikirkan apa yang dilakukan pejabat kita. Tapi aku sedih setiap saat menyaksikan kenyataan anak anak kecil yang bekerja, mengemis, meminta minta dengan ratapan penuh keluh kesah bekerja di usia mereka. Juga para orang orang tua yang sudah sepuh. Tak seharusnya mereka bekerja di sini. Biarlah mereka yang di usia usia kerja yang menghadapi kenyataan sebagai bangsa Kereta Ekonomi.

Ketika perusahaan yang bertanggung jawab dengan perkereta apian di Indonesia mengeluarkan kebijakan baru, tak ada lagi berdiri tak dapat tempat di antara besi besi penghubung gerbong, tak ada lagi penumpang di atap gerbong, tak ada lagi pedagang asongan. Bagaimana nasib bangsa kereta ekonomi itu?


No comments:

Post a Comment

Saturday, August 18, 2012

Bangsa Kereta Ekonomi

Mungkin ini hal menyeramkan untuk diceritakan. Ya, aku pernah berjam jam berdiri di atas besi besi penghubung gerbong kereta yang satu dengan yang lainnya dengan berjubel orang lalu lalang, pedagang asongan yang tak kenal lelah menjajakan barang dagangannya tak henti henti melintas di depan pandanganku yang jantungnya berdegup aneh ketakutan karena sedang berada di atas besi besi penghubung gerbong ini. Aku tidak pernah membayangkan berada di atas gerbong seperti yang dilakukan beberapa penumpang gelap yang terpaksa melakukan itu karena finansial mereka. Tak mungkin kondektur menagih tiket di atas gerbong kan, begitu pikir mereka pikirku.

Pengalaman tak mendapat kursi ala kadarnya di kereta ekonomi bukan hanya cerita kecil tersimpan di benak belaka. Tapi dari situ aku tahu kondisi bangsa ini, bangsa kereta ekonomi, rakyat kita. Aku mengamati orang orang di kereta ekonomi adalah kebanyakan rakyat kita. Kereta ekonomi ini adalah miniatur Indonesia mini. Orang orang ini memiliki berbagai kepentingan mikroekonomi di atas gerbong gerbong kereta ekonomi. Harga tiket sudah cukup untuk merepresentasikan kondisi finansial mereka yang berkelas ekonomi. Anak anak kecil menjerit, menangis karena suasana tak bersahabat bagi mereka di dalam kereta ekonomi. Tapi apa daya ibu ibu mereka hanya bisa menenangkan mereka dan ayah ayah mereka menopang kepala di atas tangan kanannya menandakan berpikir, "Kapan ini akan berakhir? Kereta ekonomi ini?"

Kereta ekonomi juga sama dengan miniatur kegiatan ekonomi rakyat kelas bawah kita. Pedagang asongan yang aku hormati semangat mereka dalam bekerja. Tak kenal lelah menyeimbangkan irama badan mereka dalam menjajakan barang dagangan dengan goncangan kereta serta padatnya gerbong gerbong dengan orang berbagai kepentingan.Aku senang melihat mereka bekerja. Jauh lebih senang melihat mereka bekerja kerja keras daripada memikirkan apa yang dilakukan pejabat kita. Tapi aku sedih setiap saat menyaksikan kenyataan anak anak kecil yang bekerja, mengemis, meminta minta dengan ratapan penuh keluh kesah bekerja di usia mereka. Juga para orang orang tua yang sudah sepuh. Tak seharusnya mereka bekerja di sini. Biarlah mereka yang di usia usia kerja yang menghadapi kenyataan sebagai bangsa Kereta Ekonomi.

Ketika perusahaan yang bertanggung jawab dengan perkereta apian di Indonesia mengeluarkan kebijakan baru, tak ada lagi berdiri tak dapat tempat di antara besi besi penghubung gerbong, tak ada lagi penumpang di atap gerbong, tak ada lagi pedagang asongan. Bagaimana nasib bangsa kereta ekonomi itu?


No comments:

Post a Comment