Peradaban,
Tauhid dan Fenomena Antipluralisme
By
Radiv Annaba
Dunia begitu dinamis karena manusia
berpikir dan bertindak. Segala pemikiran yang dilakukan manusia, pemikiran itu
berkembang dari waktu ke waktu karena manusia juga berkembang dan lingkungan
lambat laun membuat manusia belajar. Pemikiran-pemikiran juga berbuah ide-ide
atau gagasan-gagasan besar yang jika diaplikasikan akan menghasilkan faedah
yang besar pula. Penemu-penemu di masa lalu telah membuktikan jika pemikiran
atau ide-ide dan penemuan jika diaplikasikan akan sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia itu sendiri. Jadi di sinilah kita bisa mulai berpikir untuk
mendefinisikan apa makna peradaban itu sendiri. Dari segi manusia, peradabaan
adalah di mana pemikiran-pemikiran manusia berkembang dan menciptakan perubahan
baru di suatu era dan ke era selanjutnya.
Mulai dari zaman ketika manusia menggunakan
batu tajam untuk berburu kemudian masuk ke era di mana manusia mulai berbudaya
bercocok tanam untuk hidup hingga segala kecanggihan teknologi jaman sekarang
di mana manusia bisa mendapatkan pemasukan hanya dengan duduk di depan layar
komputer. Dan dari segi non-manusia, atau lingkungan, terjadi
perubahan-perubahan signifikan di lingkungan karena buah dari pemikiran dan
ide-ide manusia yang merubah segalanya sehingga berdampak ke lingkungan.
Pemanasan global, perubahan iklim, kenaikan permukaan air laut menjadi fenomena
lingkungan yang merupakan buah dari apa yang telah diperbuat manusia karena
perkembangannya itu. Inilah peradaban.
Dunia Islam juga tak kalah berperan
dalam peradabaan di dunia ini. Tokoh-tokoh Islam seperti Ibnu Sina dan lainnya
itu cukup membuktikan bahwa orang Islam mampu berpikir inovatif untuk merubah
keadaan di lingkungan sekitarnya menuju hidup yang lebih baik. Tentunya supaya
bermanfaat untuk sesama manusia karena telah diajarkan bahwa sebaik-baiknya
manusia ialah manusia yang bermanfaat bagi sesamanya. Kita telah diajarkan
untuk bermanfaat bagi sesama. Hal ini mengingatkan kita akan salah satu konsep
dalam intisari peradaban Islam yang menyebutkan tentang tauhid sebagai
pandangan dunia. Pada dasarnya dan secara harfiah tauhid adalah tentang
keesaan, namun dalam konsep ini tauhid menjadi lebih dalam dan luas lagi
pemahamannya. Dalam konsep ini dijelaskan bahwa tauhid adalah pandangan umum
tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu yang mencakup beberapa
prinsip seperti dualitas, ideasionalitas, teleologi dan lain lain.
Dalam konsep peradabaan menurut
pemikiran yang saya jelaskan di awal, dapat kita simpulkan bahwa realitas,
kebenaran, dunia, ruang dan waktu menjadi unsur-unsur atau sarana yang memicu
perkembangan pemikiran manusia untuk membentuk suatu peradabaan dari
pemikiran-pemikiran yang telah termanifestasi. Manusia adalah kekuatan
pemahaman karena memiliki berbagai fungsi dalam organ-organnya sebagai pemicu
imajinasi, memori, intuisi, observasi dan lain lainnya. Karena fungsi-fungsi
dan kekuatan dalam manusia inilah manusia dianugerahi untuk memahami kehendak
Tuhan, dalam hal ini bisa dikatakan ketika kehendak Tuhan diungkapkan dalam
firman maka akan ada pemahaman dari manusia dan melaksanakan anjuran dari
kehendak Tuhan dalam firman itu.
Dalam peradabaan, manusia tidak
hanya berhasil mengubah dirinya sendiri karena perkembangan progresif pemikiran
dan ide-ide teraplikasinya, tapi manusia juga dalam peradaban harus mampu
mengubah tak hanya dirinya, tapi juga masyarakat, alam, atau lingkungannya.
Tapi dalam hal ini, dalam hal mengubah ini tentunya haruslah ada
batasan-batasan seperti yang telah dijelaskan bahwa tindakan manusia tidak akan
mendekati atau menyerupai tindakan atau kehendak Tuhan.
Batasan-batasan inilah yang membuat
kita mungkin berpikir apa sebenarnya yang mampu membentuk peradaban Islam.
Kesatuan. Tidak akan tercipta peradaban tanpa adanya kesatuan. Jika unsur-unsur
peradabaan yang telah saya sebutkan tadi tidak bersinergi secara selaras maka
bukan peradaban yang akan timbul melainkan kerancuan atau kecampuradukan
ide-ide dan gagasan-gagasan yang nantinya akan menimbulkan friksi dan konflik.
Dalam kehidupan, umat Islam melaksanakan apa yang telah diajarkan dalam
agamanya. Dalam hal ini terkadang membuat manusia berpikir terlalu ketat dan
susah untuk menerima unsur-unsur perbedaan yang menurut mereka tidak sesuai dan
membuat mereka dalam posisi kontra karena menilai unsur-unsur ini kontradiktif.
Secara logika, tidak ada peradabaan
yang tidak mengambil dari unsur luar. Namun, yang terjadi akhir-akhir ini
adalah kebanyakan menyalahartikan istilah “mengambil dari unsur luar” terlalu
berbau negatif. Manusia dalam peradaban akan bertahan dan terus melakukan
kemajuan jika mampu menyaring unsur-unsur luar yang masuk. Fenomena yang
terjadi seperti revolusi di negara-negara timur tengah itu salah satu bentuk
pemikiran manusia di sana untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan tidak
lagi terkekang di bawah rezim diktatorian. Ini juga salah satu bentuk efek
peradabaan yang memicu manusia untuk berpikir dan berkembang dan merespon
segala hal yang terjadi di lingkungannya. Berani merubah ketika lingkungan tak
lagi sesuai bagi mereka.
Inilah suatu bentuk rasionalisme
ketika ada suatu pemikiran yang bertentangan maka secara otomatis manusia akan
bertindak bahkan akan bertindak represif. Saya ambil contoh fenomena
antipluralisme di mana masih banyak terjadi tindak nontoleransi terhadap
hal-hal yang dari suatu sisi dianggap berbeda dan tidak mau menerima itu.
Contoh nyata adalah konflik yang terjadi di Myanmar seperti etnis Rohingya atau
yang terjadi di Poso dan Madura di mana teradapat konflik antar agama dan
konflik sektarian. Ini salah satu contoh tindakan antipluralisme karena sulit
menerima unsur berbeda dari kelompok manusia lain. Masih banyaknya perseteruan
dan saling ejek antar agama di masyarakat Indonesia telah menunjukkan
pluralisme bangsa yang masih memperihatinkan meskipun negeri ini menjunjung
tinggi kebhinnekaan. Inilah antitesis dari peradabaan di mana kurangnya
persatuan terjadi dan kurangnya pemahaman antar manusia yang diciptakan berbeda
oleh Tuhan.
Dari artikel ini, saya berharap dengan
mengaitkan konsep peradaban, tauhid dan fenomena antipluralisme yang terjadi di
Indonesia khususnya, bisa membawa kehidupan yang lebih damai lagi. Diharapkan
tidak akan ada lagi konflik represif antar agama atau sekte. Kita perlu
mentolerir perbedaan karena disitulah lahir sifat pluralisme. Kita perlu
melakukan pembenahan dalam hal pemahaman masyarakat Indonesia tentang
perbedaan. Mengembalikan lagi semangat Bhinneka Tunggal Ika. Integritas perlu
diciptakan untuk menyongsong peradaban di dunia ini dengan dasar-dasar ilmu
tauhid yang tidak terlupakan namun tidak disalahartikan. Karena tidak akan
timbul peradaban tanpa kesatuan dan filterisasi unsur luar dan sikap plural dan
toleransi antar masyarakat di Indonesia.